Dalam pengembangan kurikulum banyak hal
yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan sebelum mengambil suatu keputusan.
Apapun jenis kurikulumnya pasti memerlukan asas-asas yang harus dipegang.
Asas-asas tersebut cukup komplek dan tidak jarang memiliki hal-hal yang
bertentangan karenanya harus memerlukan seleksi.
Pengembangan kurikulum pada suatu negara
baik dinegara-negara berkembang, negara terbelakang, dan negara-negara maju
bisa dipastikan mempunyai perbedaan perbedaan yang mendasar tetapi tetap ada
persamaannya.
Falsafah yang berlainan bersifat
otoriter, demokrasi, sekuler atau religius akan memberi warna yang berbeda
dengan kurikulum yang dimiliki oleh bangsa yang bersangkutan. Begitu juga
apabila dilihat dari perbedaan masyarakat, organisasi bahan yang digunakan, dan
pilihan psikologi belajar dalam mengembangkan kurikulum tersebut. Lebih lanjut
akan diuraikan empat asas perkembangan kurikulum tersebut.[1]
Maka dari itulah kami
sebagai pemakalah akan membahas secara rinci empat asas – asas yang terdapat
pada kurikulum pembelajaran.
II.
RUMUSAN
MASALAH
A. Apa yang dimaksud dengan Asas
Fisiologis?
B. Apa yang dimaksud dengan Asas
Psikologis?
C. Apa yang dimaksud dengan Asas
Sosiologis?
D. Apa yang dimaksud dengan Asas
Organisatoris?
III.
PEMBAHASAN
A. Asas Fisiologis
Kata Filsafat secara bahasa berarti
Cinta kebijaksanaan. Kata falsafah sendiri berasal dari bahasa Yunani yaitu
dari kata Philosophia. Philo atau philein berarti cinta, Shopia
berarti pengetahuan, kebijaksanaan. Dengan demikian falsafah berarti cinta pengetahuan
dan kebijaksanaan.
Dimyati dan Mudjiono menyatakan bahwa
asas filosofis kurikulum adalah filsafat, pandangan, dan wawasan yang hidup
dimasyarakat. Pada dasarnya hakikat realitas, ilmu pengetahuan, sistem nilai,
nilai kebaikan, keindahan, hakikat pikiran yang ada dan hidup dimasyarakat
merupakan landasan filosofis bagi kurikulum.
Beberapa aliran filsafat yang bisa
menjadi dasar pijakan secara filosofis bagi para pengembangan kurikulum :
a. Idealisme
Idealisme adalah gagasan filosofis yang telah memberikan
pengaruh dan sumbangan yang besar dalam dunia pendidikan. Idealisme menekankan
akal pikir sebagai hal dasar atau lebih dulu ada bagi materi.
b. Pragmatisme
Menurut S.Nasution menyatakan bahwa tugas guru bukan mengajar
dalam arti menyampaikan pengetahuan, tetapi memberi kesempatan kepada anak
didik untuk melakukan berbagai kegiatan
guna memecahkan masalah. Pengetahuan diperoleh bukan dengan mempelajari mata
pelajaran, melainkan digunakan secara fungsional dalam memecahkan masalah.
c. Realisme
Menurut S.Nasution menyatakan bahwa aliran realism dalam
mencari kebenaran menempuh jalan melalui pengamatan dan penelitian ilmiah
terhadap alam semesta ini. Dengan demikian, mutu kehidupan manusia senantiasa
bisa ditingkatkan dengan kemajuan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi.
d. Eksistensialisme
Menurut N.Drijarkara menyatakan bahwa eksistensialisme adalah
aliran filsafat yang memandang segala-galanya dengan berpangkalan pada
eksistensi. Yang dimaksud eksistensi ialah cara manusia berada didunia ini.
Dengan demikian, aliran
filsafat eksistensialisme ini mengutamakan individu sebagai faktor yang
menentukan identitasnya sendiri. Menentukan standar sendiri dan menentukan
sendiri kurikulum. (S.Nasution)[2]
Asas ini berhubungan dengan filsafat dan tujuan pendidikan.
Filsafat dan tujuan pendidikan berkenaan dengan sistem nilai. Sistem nilai
merupakan pandangan seseorang tentang sesuatu terutama berkenaan dengan arti
kehidupan. Dalam pengembangan kurikulum, filsafat menjawab hal-hal mendasar,
antara lain kemana peserta didik akan dibawa? Bagaimana proses pendidikan harus
dijalankan? Masyarakat yang bagaimana yang akan dikembangkan melalui pendidikan
tersebut, dll.
Dengan kedudukannya yang begitu
mendasar, filsafat memiliki 4 fungsi, yaitu:
a. Filsafat dapat menentukan arah dan
tujuan pendidikan
b. Filsafat dapat menentukan isi atau
materi pelajaran yang harus dipelajari
c. Filsafat dapat menentukan strategi atau
cara pencapaian tujuan
d. Filsafat dapat menentukan tolak ukur
keberhasilan proses pendidikan.
Oleh
karena itu, kurikulum senantiasa berhubungan erat dengan filsafat pendidikan,
karena mengandung nilai-nilai atau cita-cita masyarakat. Filsafat pendidikan
menggambarkan manusia yang ideal yang dapat menjadi landasan dan sumber untuk
menentukan arah dan tujuan yang akan dicapai dengan alat yang disebut
kurikulum.
Pancasila
sebagai filsafat bangsa Indonesia merupakan sistem nilai yang menjadi pedoman
hidup bangsa, dengan demikian isi kurikulum yang disusun harus memuat dan
mencerminkan nilai-nilai Pancasila. Sehingga kecerdasan,sikap dan keterampilan
yang akan dikembangkan dan ditanamkan dalam diri peserta didik selalu diwarnai
dan dijiwai nilai-nilai Pancasila.[3]
B. Asas Psikologis
“Psikologi” berasal dari
perkataan Yunani “psyche” yang artinya jiwa, dan “logos” yang artinya ilmu
pengetahuan. Jadi secara etimologi (menurut arti kata) psikologi artinya ilmu
yang mempelajari tentang jiwa, baik mengenai macam-macam gejalanya, prosesnya
maupun latar belakangnya, atau disebut dengan
ilmu jiwa.[4]
L.R.
Poedjawijatna (1966) sebagaimana dikutip Nico Syukur (1988: 11) menyatakan
bahwa psikologi atau ilmu jiwa menyelidiki hidup manusia dari sudut hidupnya
yang lebih mendalam, yang disebut “psikhe” atau “jiwa” psikologi menyelidiki
pendorong tindakan – tindakan manusia baik yang sadar maupun tak sadar.
Manusia
adalah makhluk jasmani dan juga rohani. karena itu manusia memiliki kemampuan
psikologi yang lebih tinggi, memiliki kecakapan – kecakapan, emosi,
pengetahuan, imajinasi, dan ketrampilan yang kompleks disbanding dengan makhluk
lainnya.
Kondisi
psikologis setiap individu berbeda satu dengan yang lainnya. Perbedaan ini
disebabkan oleh tahap perkembangannya, latar belakang social budaya, tingkat
kemajuan ekonomi, dan factor – factor genetic yang dibawa sejak lahir. Karena
itu tepatlah jika penyusun kurikulum mempertimbangkan kondisi psikologis anak
didik. Sehingga tercipta proses pembelajaran yang selaras dengan kebutuhan dan
perkembangan psikologis anak didik.
Adapun
aspek psikologis yang dipertimbangkan adalah yang menyangkut ilmu jiwa belajar
(psikologi belajar) dan ilmu jiwa anak atau ilmu jiwa perkembangan (psikologi
perkembangan). Keduanya sangat diperlukan baik dalam merumuskan tujuan
pendidikan memilih dan menyusun bahan ajar, memilih dan menerapkan metode
pembelajaran, serta melakukan evaluasi belajar.
1. Ilmu Jiwa Belajar
Menurut
Nana Syaodih Sukmadinata (2000: 53), terdapat 3 aliran besar mengenai Psikologi
belajar.
a) Teori disiplin mental
Menurut
teori disiplin mental, sejak lahir anak itu telah memiliki potensi-potensi
tertentu. Belaajar dimaksud untuk mengembangkan potensi – potensi yang dimiliki
anak sejak lajir tersebut. Sehingga potensi – potensi itu teraktualisasi dan
termanifestasi dalam kehidupan anak atau individu.
b) Teori Behaviorisme
Menurut
teori Behaviorisme, anak atau individu itu tidak memiliki atau tidak membawa
potensi – potensi apapun dari kelahirannya. Perkembangan anak semata – mata itu
ditentukan oleh faktor- faktor lingkungan. Lingkungan keluarga, sekolah alam,
budaya, lingkungan religi yang akan membentuk anak. Jika anak dibesarkan dalam
keluarga religius, maka ia akan berkembang menjadi orang religius.
c) Teori cognitive gestalt field
Menurut
teori ini, belajar adalah proses mengembangkan insigth atau pemahaman baru atau
megubah pemahaman lama. Pemahaman terjai apabila individu menggunakan cara baru
dalam menggunakan unsur – unsur yang ada dalam lingkungannya, termasuk struktur
tubuhnya sendiri. Belajar merupakan kegiatan yag bertujuan eksploratif,
imajinatif, dan kreatif.
Dengan
demikian, belajar adalah berinteraksi dengan lingkungan, teman, guru dan
dirinya sendiri. Sehingga anak menemukan pemahaman baru, persepsi baru, citra
baru dan pengalaman baru tentang dunianya.
2. Ilmu Jiwa Anak
Anak
menduduki peranan sentral dalam penyusunan kurikulum. Sebab pada dasarnya
sekolah dan kurikulum memang dipersiapkan untuk kepentingan anak dalam proses
menuju kedewasaan dan kematangan kepribadiannya. Pengetahuan tentang anak
mutlak diperlukan karena dari situlah akan diketahui minat dan kebutuhannya
sesuai dengan tingkat perkembangan jiwanya. Kurikulum disusun berdasarkan pada
tingkat perkembangan psikologis bakat minat dan kebutuhan anak tersebut.
Menurut
J.J Rousseau dalam Nana Syaodih Sukmadinata (2000:48) anak berkembang melalui 4
tahap perkembangan :
Pertama,masa
bayi (infancy) usia 0-2 tahun merupkan tahap perkembangan fisik.
Kedua,
masa anak (childhood)usia 2-12 tahun masa
perkembangan sebagai manusia primitif.
Ketiga,
masa remaja awal (pubescence) usia 12-15 tahun masa
bertualang yang sitandai dengan perkembangan intelektual, dan kemampuan menalar
yang kritis. Masa remaja (adolescence) usia 15-25 tahun masa hidup sebagai
manusia yag beradab masa pertumbuhan seksualitas, sosial, moral, dan kata hati.[5]
C. Asas Sosiologis
Sosiologi adalah ilmu pengetahuan yang
menyelidiki berbagai hubungan antara individu dengan individu, antara golongan,
lembaga sosial yang disebut juga ilmu masyarakat.[6]
Hasan
Shadily (1993) menyatakan sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hidup bersama
dalam masyarakat dan menyelidiki ikatan-ikatan antar manusia yang menguasai
kehidupan itu. Sosiologi mempelajari hidup bersama, kepercayaan,
keyakinan-keyakinan. Intinya adalah mempelajari manusia sebagai anggota
masyarakat. Sosiologi (Latin: socius: teman, kawan, sosial: berteman, berkawan,
berserikat). Sosiologi bermaksud untuk mengerti kejadian-kejadian dalam
masyarakat yaitu persekutuan manusia-manusia. Dengan pengertian itu, dapat
berusaha mendatangkan perbaikan-perbaikan dalam hidup bersama.
Asas
sosiologis memiliki peran penting dalam pengembangan kurikulum pendidikan pada
masyarakat dan bangsa di muka bumi ini suatu kurikulum pada prinsipnya
mencerminkan keinginan, cita-cita tertentu dan kebutuhan masyarakat.[7]
Secara
sosiologis pendidikan sangat erat dengan dinamika masyarakat.
1. Pendidikan mengandung nilai dan
pengembangan nilai. Pendidikan diharapkan mampu membimbing naak-anak untuk
berkembang sesuai dengan nilai-nilai masyarakat.
2. Pendidikan diarahkan pada kehidupan
dalam masyarakat, menyiapkan anak untuk cakap hidup bermasyarakat. Anak-anak
perlu mengenal dinamika masyarakat, adat istiadat, memiliki kecakapan-kecakapan
bersosial sehingga mampu berpartisipasi dalam pembangunan dan perubahan di
masyarakat.
3. Pelaksanaan pendidikan di pengaruhi dan
di dukung oleh lingkungan masyarakat setempat. Ada saling mempengaruhi antara
pendidikan dan masyarakat yang terus menerus berlangsung. Kehidupan masyarakat
mempengaruhi proses-proses pendidikan, begitu pula pendidikan berusaha untuk
mempengaruhi dinamika masyarakat. Bisa dikatakan, pelaksanaan pendidikan
merupakan bagian dari proses kehidupan bermasyarakat itu sendiri. Disinialh
pentingnya pengembangan kurikulum mempertimbangkan asas-asas sosiologis.
Kurikulum
sebagai program pendidikan harus dapat menjawab tantangan dan tuntutan
masyarakat. Ada beberapa faktor yang memberi pengaruh terhadap pengembangan
kurikulum dalam masyarakat, antara lain:
1. Kebutuhan masyarakat
Tuntutan
masyarakat adalah salah satu dasar dalam mengembangkan kurikulum. Kebutuhan
masyarakat tidak pernah, tidak terbatas dan beraneka ragam. Oeh karena itu
lembaga pendidikan berusaha menyiapkan tenaga-tenaga terdidik ang terampil yang
dapat dijadikan sebagai penggali kebutuhan masyarakat.
2. Perubahan dan perkembangan masyarakat
Masyarakat
adalah suatu lembaga yang hidup, selalu berkembang dan berubah. Para pembina
dan pelaksana kurikulum dituntut lebih peka mengantisipasi perkembangan
masyarakat sesuai dengan IPTEK, agar apa yang diberikan kepada peserta didik
relevan dan dapat berguna bagi kehidupan peserta didik tersebut dimasyarakat.
Perubahan dan perkembangan nilai yang ada dalam masyarakat sering menimbulkan
konflik antar generasi. Dengan diadakannya pendidikan diharapkan konflik yang
terjadi antar generasi dapat teratasi.
3. Tri pusat pendidikan
Yang
dimaksud dengan tri pusat pendidikan adalah bahwa pusat pendidikan dapat bertempat
dirumah,sekolah, dan dimasyarakat. Selain itu mass media, lembaga pendidikan
agama, serta lingkungan fisik juga dapat berperan sebagai pusat pendidikan.
D. Asas Organisatoris
Menurut
Rodijakkers (1980 : 33) asas organisaoris adalah hal – hal yang menyangkut
masalah penyusunan bahan pengajaran. Dimana jam pelajaran itu diatur sedemikian
rupa sehingga semua menjadi jelas. Materi dan pengalaman belajar dalam
kurikulum diorganisasikan untuk pengefektifan pencapaian tujuan. Isi atau
materi kurikulum adalah semua pengetahuan, ketrampilan, nilai – nilai dan sikap
yang terorganisasi dalam mata pelajaran atau bidang studi.
Ada
3 hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan asas organisatoris dalam
menyusun kurikulum.
a.
Tujuan
bahan pelajaran
Apakah
tujuan pelajaran tersebut untuk membekali ketrampilan anak menghadapi masa
kekinian keperluan masa depan, untuk membantu anak memecahkan masalah
(promblema solving) untuk mewariskan dan mengembangkan nilai-nilai, membimbing
anak berpikir ilmiah dan lainnya.
b.
Sasaran
bahan pelajaran
Siapakah
anak didik itu bagaimana latar belakangnya, sampai dimanakah tingkat
pengembangan psikologisnya, bagaimana bakat minatnya dan lainnya.
c.
Pengorganisasian
bahan
Bagaimana
bahan pelajaran diorganisasi, apakah berdasarkan topik, konsep, kronologi dan
lainnya.
Dengan
demikian, pada dasarnya asas organisatoris menjelaskan bahwa kurikulum harus
memenuhi kriteria perkembangan sains dan teknologi. Sehingga kurikulum mampu
diimplementasikan secara kongkret, efektif dan efisien.[8]
V.
PENUTUP
Demikian penulisan makalah yang dapat
kami sampaikan, pemakalah menyadari bahwa masih banyak kesalahan dan kekurangan
baik dalam penyusunan maupun penyampaian makalah ini, maka dari itu kritik dan
saran yang membangun sangat pemakalah harapkan, guna memperbaiki penyusunan
makalah selanjutnya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.
[2]Achmad Sudja’i, Pengembangan
Kurikulum, (Semarang: AKFI Media, 2013), hlm.25-33.
[3]Sholeh Hidayat, Pengembangan Kurikulum Baru, (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2013), hlm.34-36.
[4]AbuAhmadi, Psikologi
Umum,(Semarang : Rineka Cipta, 1991), hlm. 12.
[8]Achmad Sudja’i, Pengembangan
Kurikulum, .... , hlm. 43-45.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar