Selasa, 29 Maret 2016

Metodologi Pembelajaran : Dasar Teoris dan Teori kesatuan dan Cabang


I.                  PENDAHULUAN
Bahasa adalah kumpulan isyarat yang digunakan oleh orang – orang untuk mengungkapkan pikiran, perasaan, emosi, dan keinginan[1]. Dengan definisi lain, bahasa adalah alat yang digunakan untuk mendeskripsikan ide, pikiran, atau tujuan melalui struktur kalimat yang dapat dipahami oleh orang lain[2]. Kemahiran seseorang dalam suatu bahasa tidak menjamin kemahirannya mengajarkan bahasa tersebut kepada orang lain mahir berbahasa adalah satu hal dan mahir mengajarkan bahasa adalah hal yang lain. Seorang yang akan menjadi guru bahasa arab harus menguasai ketiga hal yaitu : (1) kemahiran berbahasa arab, (2) pengetahuan tentang bahasa arab, dan (3) ketrampilan mengajarkan bahasa arab.
Penguasaan bahasa lebih dari satu, yang biasa di sebut bilingualisme untuk penguasaan dua bahasa dan multilingualisme untuk lebih dari dua, mempunyai sifat-sifat yang khas. Dari kekhasan perlu adanya pendekatan untuk menciptakan kecakapan. Dalam hal ini kecakapan bahasa arab yaitu ; menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Dari empat kecakapan tersebut penulis memilih kecakapan berbicara dalam konteks percakapan berbahasa arab. Sebagaimana kajiannya adalah percakapan bahasa arab, maka perlu pembatasan yang berupa ; Dasar-dasar teoritis pembelajaran Bahasa dan teori kesatuan, cabang pembelajaran bahasa Arab.[3]


II.               RUMUSAN MASALAH

1.      Bagaimana Dasar – dasar  teoritis  pembelajaran Bahasa Arab ?
2.      Bagaimanakah teori kesatuan dan cabang pembelajaran Bahasa Arab?


III.           PEMBAHASAN

1.  Dasar-Dasar Teoritis Pembelajaran Bahasa Arab
Pembelajaran bahasa dibangun atas landasan teori-teori ilmu jiwa, dan ilmu linguistik. Psikologi membahas bagaimana orang belajar sesuatu. Linguistik memberikan informasi tentang seluk beluk bahasa. Informasi dari keduanya digabung menjadi suatu cara atau metode yang memudahkan proses belajar mengajar, untuk mencapai tujuan tertentu.
a.          Teori – teori Psikologis
Para ahli psikologi pembelajaran sepakat bahwa dalam proses belajar mengajar terdapat unsur-unsur internal yaitu bakat, minat, kemauan dan pengalaman terdahulu dalam diri pelajar, dan eksternal yaitu lingkungan, guru, buku dsb. Unsur yang menjadi faktor dominan atau paling besar pengaruhnya dalam proses pembelajaran dapat dilihat melalui dua teori besar dalam psikologi yaitu :
1)          Teori Behaviorisme
Dalam pengajaran bahasa, teori behaviorisme melahirkan pendekatan audio lingual. Dalam pendekatan ini peran guru sangat dominan karena dialah yang memilih bentuk stimulus, memberikan ganjaran dan hukuman dan memberikan penguatan , menentukan jenisnya, dan guru pula memilih buku, materi dan cara mengajarkannya. Bahkan menentukan jawaban atas perntanyaan yang di ajukan kepada pelajar.

2)          Teori Kognitif
Teori kognitif menegaskan pentingnya keaktifan pelajar. Pelajarlah yang mengatur dan menentukan proses pembelajarannya. Lingkungan bukanlah penentu awal dan akhir positif atau negatifnya hasil pembelajaran. Menurut pandangan ini, seseorang ketika menerima stimulus dari lingkungannya, dia melakukan pemilihan sesuai dengan minat dan keperluannya, menginterprestasikannya, menghubungkannya, dengan pengalaman terdahulu, baru kemudian memilih alternatif respon yang paling sesuai.

b.         Teori – teori Ilmu Bahasa
Pengembangan linguistik mempunyai pengaruh yang tak sedikit atau membawa konsekuensi perubahan-perubahan dalam pengembangan desain pengajaran bahasa. Dalam teori ilmu bahasa mencakup beberapa teori, yaitu :
1)         Teori Structural
Teori ini muncul karena suatu ketidakpuasan terhadap hasil-hasil analisis secara tradisional, sehingga menyebabkan para ahli menelusuri bentuk-bentuk baru cara mengajarkan aspek bahasa. Kemudian lahirlah tata bahasa struktural yang mengakar pada filsafat behaviorisme. Teori ini dipelopori oleh linguis dari Swiss Ferdinand De Saussure tapi dikembangkan lebih lanjut secara signifikan oleh Leonard Bloomfield. Dialah yang meletakan dasar-dasar linguistik struktural berdasarkan penelitian-penelitian dengan menggunakan metode penelitian ilmiah yang lazim digunakan dalam sains.
Beberapa teori tentang bahasa menurut structural ini, antara lain :
a)         Bahasa itu pertama-tama adalah ujaran,
b)         Kemampuan berbahasa diperoleh melalui kebiasaan yang ditunjang dengan latihan dan penguatan,
c)         Setiap bahasa memiliki sistemnya sendiri yang berbeda dengan bahasa lain, oleh karena itu menganalisis suatu bahasa tidak bisa memakai kerangka yang di gunakan untuk menganalisis bahasa lainnya,
d)         Setiap bahasa memiliki sistem utuh dan cukup untuk mengekspresikan maksud dari penuturnya, oleh karena itu tidak ada satu bahasa yang paling unggul atas bahasa yang lainnya.
e)         Semua bahasa yang hidup dan berkembang mengikuti perubahan zaman terutama karena terjadinya kontak dengan bahasa lainnya. Oleh karena itu kaidah-kaidahnya pun bisa mengalami perubahan.
f)         Sumber pertama dan utama kebakuan bahasa adalah penutur bahasa             tersebut, bukan lembaga ilmiah, pusat bahasa atau teori-teori gramatika.[4]
Teori-teori linguistic structural ini seiring dengan teori-teori psikologi behaviorisme dan menjadi landasan teoritis bagi metode audiolingual dalam pembelajaran bahasa.
2)  Teori Generatif – Transformatif
Linguistik transformasi lahir sebagai reaksi atas ketidakpuasan terhadap pemikiran-pemikiran dan prosedur analisis bahasa yang dikembangkan oleh aliran struktural. Aliran Generatif-Transformatif ini dipelopori oleh seorang pakar linguistic Amerika yang bernama Noam Chomsky. Dia membagi kemampuan-kemampuan berbahasa menjadi dua, yaitu kompetensi dan performansi.   Kompetensi (competence) adalah kemampuan ideal yang dimiliki oleh seorang penutur bahasa. Kompetensi menggambarkan pengetahuan tentang sistem bahasa yang sempurna, yaitu pengetahuan tentang sistem kalimat (sintaks), sistem kata (morfologi), sistem bunyi (fonologi), dan sistem makna (semantic). Sedangkan performansi (performance) adalah ujaran-ujaran yang bisa didengar atau dibaca, yang merupakan tuturan seseorang apa adanya tanpa dibuat-buat. Oleh karena itu, performansi bisa saja tidak sempurna, dan oleh karena itu pula, menurut Chomsky, suatu tata bahasa hendaknya memerikan kompetensi dan bukan performansi.[5]
2.  Teori Kesatuan dan Cabang Pembelajaran Bahasa Arab
A.        Teori Kesatuan
Teori kesatuan adalah kita memandang bahasa arab sebagai kesatuan dari beberapa unit yang saling menguatkan bukan cabang – cabang yang berdiri sendiri. Unit – unit dalam kesatuan tersebut merupakan sebuah keniscayaan yang satu sama lain saling menyempurnakan. Unit-unit yang dimaksud dalam teori kesatuan ini adalah :
a.                    Dialog (al-hiwar)
Dialog atau al-hiwar disebut juga dengan al-muhadasah yaitu aspek kegiatan mempraktekkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata yang dirangkai menjadi kalimat-kalimat untuk mengekspresikan pikiran berupa ide, pendapat, keinginan atau perasaan kepada mitra bicara.
b.                   Struktur (at-tarkib)
Struktur atau at-tarkib adalah materi tata bahasa (al-qawaid) yang diberikan untuk membantu para pelajar dalam menyusun kalimat dengan benar.[6]
c.                    Membaca (al-qira’ah)
Membaca atau al-qira’ah adalah materi memahami bacaan dengan makhraj dan intonasi yang baik dan benar.[7]
d.                   Menulis (al-kitabah)
Menulis atau al-kitabah adalah materi ekspresi dalam bentuk tulisan agar dapat menyusun suatu paragraf.
e.                    Hafalan (al-mahfuzhat) dan apresiasi sastra (al-tadzawwuq al-adabi)
Hafalan dalam hal ini adalah sub materi pelajaran berupa kalimat-kalimat yang harus dihafalkan diluar kepala (al-mahfudzat). Kalimat – kalimat tersebut pada umumnya potongan karya sastra baik berupa puisi (al-syi’r) atau prosa (al-natsar). yang memiliki nilai praktis dalam kehidupan sehari-hari. Materi hafalan ini dalam prakteknya tidak hanya sebagai bahan hafalan, tetapi juga sebagai bahan pembahasan dalaam berbagai aspek, misalnya nilai isi, keindahan, struktur dan sebagainya. Oleh sebab itu materi al-mahfudzat dalam hal-hal tertentu bias sekaligus menjadi materi apresiasi sastra (al-tadzawuq al-adabi).
Karakteristik pembelajaran pada teori kesatuan ini, antara lain :
a.         Semua unit bersumber pada satu silabus dan baku sebagai silabus dan buku bahasa Arab.
b.         Semua unit diajarkan dalam alokasi waktu yang sama sebagai waktu pembelajaran bahasa Arab.
c.         Semua unit diajarkan oleh guru yang sama sebagai guru bahasa Arab
d.         Dalam hal penilaian, guru memberikan nilai akhir tidak untuk setiap unit melainkan nilai akhir bahasa Arab sesuai dengan tujuan pembelajaran bahasa Arab.
Kelebihan dan Kekurangan Teori kesatuan
Ada beberapa kelebihan yang membantu para pelajar dalam meguasai keterampilan berbahasa. Ibrahim (1973:50) mengemukakan kelebihan ini ditinjau dari tiga dasar, yaitu dasar psikologis pedagogis, dan linguistic.
a.         Dasar Psikologis (al-asas al-nafsi)
1)         Selalu adanya pembaruan kegiatan, karena materi – materi yang disajikan tidak monoton, melainkan bergantian dalam bentuk kegiatan – kegiatan secara teratur dan bervariasi. kondisi ini akan menjadi motivasi bagi mereka, mengatasi kejenuhan yang mungkin mereka rasakan.
2)         Selalu ada kegiatan ulang baik kegiatan pada satu tema. Hal ini jelas akan memberikan penguatan pemahaman para pelajar. Walaupun kegiatan pembelajaran ulang diberikan oleh guru bermacam – macam, Namun tetap semuanya kembali kepada satu tema.
b.         Dasar Pedagogis (al-asas al-tarbawi)
Bahwa memberikan pelajaran yang teratur dan berkesinambungan adalah pengajaran yang efektif. Jika kita melihat cara kerja mmetode – metode pembelajaran semuanya menuntun para guru untuk menyampaikan materi pelajaran dengan teratur dan saling berhubungan satu sama lain.
c.         Dasar Linguistik (al-asas al-lughawi)
Pada saat melakukan pembelajaran dengan teori kesatuan maka guru mengajarkan meggunakan bahasa secara integral baik lisan maupun tulis kepada para pelajar.
B.         Teori Cabang
Teori cabang merupakan kebalikan dari sistem kesatuan karena pelajaran bahasa Arab dalam teori cabang dilihat sebagai sekumpulan materi yang terpisah – pisah secara mandiri. Dalam hal ini Ibrahim (1973: 50) menjelaskan bahwa pelajaran bahasa Arab dengan system cabang terbagi menjadi beberapa cabang  setiap cabang mmemiliki kurikulum buku pelajaran alokasi waktu.
Tujuan pokok pembelajaran bahasa Arab dengan system cabang bukan ketrampilan menggunakan bahasa Arab layaknya pada system kesatuan melainkan menguasai ilmu- ilmu bahasa.
Karakteristik pembelajaran pada teori kesatuan ini, antara lain :
a.         Alokasi waktu pembelajaran terbagi sesuai porsi bagian – bagian sebagai cabang bahasa.
b.          Setiap cabang itu memiliki kurikulum sendiri
c.          Setiap cabang itu memiliki buku daras sendiri
d.         Dalam penilaian akhir guru memberikan nilai akhir kepada setiap pelajar sesuai dengan tujuan pelajaran yang bersangkutan.
Kelebihan Teori Cabang
a.         Masing – masing unit pelajaran yang diberikan akan lebih mendalam di bandigkan dengan system kesatuan. Karena guru memiliki alokasi waktu yang leluasa dan kebebasan memberikan warna pembelajaran secara khusus. Apalagi dengan guru yang khusus untuk setiap pelajaran, materi pelajaran relative lebih dalam.
b.         Permasalahan pembelajaran yang dihadapi dalam setiap unit cenderung dapat diatasi secara tuntas apalagi jika setiap pelajaran dipegang oleh satu guru. Karena perhatian terhadap persoalan yang terjadi disetiap pelajaran relative lebih banyak.


Kekurangan Teori Cabang :
a.         Pemilahan unit-unit bahasa menjadi bagian – bagian yang terpisah dinilai akan merusak substansi bahasa Arab yang utuh yang tentu saja akan merusak karakteristik sebagai system yang padu. Sebagai akibatnya para pelajar tidak akan diarahkan secara serius kepada penguasaan keterampilan berbahasa Arab.
b.         Perhatian pembelajaran yang mendalam pada unit – unit bahasa arab secara terpisah dengan cara yang berbeda akan mengakibatkan perkembangan kemampuan berbahasa para pelajar tidak seimbang. Bisa jadi perkembangan kemampuan pelajar dalam tata bahasa misalnya akan pesat, sementara kemampuan menuliskannya kurang, dan seterusnya.[8] 

IV.           KESIMPULAN

Dalam pembelajaran Bahasa Arab terdapat dasar-dasar teoritis pembelajaran Bahasa dan teori kesatuan, cabang pembelajaran Bahasa Arab. Dasar-dasar teoritis pembelajaran Bahasa mencakup teori-teori ilmu jiwa atau psikologis dan ilmu linguistic. Teori bahasa atau linguistic dibagi menjadi dua, yaitu Teori Structural dan Teori Generatif – Transformatif. Dan teori psikologis juga dibagi menjadi dua, yaitu Teori Behaviorisme dan Teori Kognitif.
     Selain teori linguistic dan psikologi, didalam pembelajaran Bahasa Arab juga terdapat Teori Kesatuan dan Teori Cabang. Dalam Teori Kesatuan membahas tentang Dialog (al-hiwar), Struktur (at-tarkib), Membaca (al-qira’ah), Menulis (al-kitaabah), Hafalan (al-mahfuzhat). Sedangkan, Teori Cabang merupakan kebalikan dari sistem kesatuan karena pelajaran bahasa Arab dalam teori cabang dilihat sebagai sekumpulan materi yang terpisah – pisah secara mandiri.



V.               PENUTUP
Demikianlah makalah yang dapat kami sampaikan, Kepada para pembaca, penulis menyadari banyaknya kekurangan dari penulisan makalah ini, oleh karena itu disarankan kepada seluruh pembaca, supaya mencari dan membaca referensi-referensi lain yang terkait dengan materi yang berkaitan dengan “Teori dasar pembelajaran bahasa Arab dan Teori kesatuan dan cabang”.


[1] Bambang Yudi Cahyono, Kristal-Kristal Ilmu Bahasa, (Surabaya: Airlangga Press, 1995), hlm. 3.
[2] Acep Hermawan,  Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab,  (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011), hlm. 8.
[3] Fuad Efendy, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab, (Malang: Misykat, 2015) hlm. 4.
[4] Fuad Efendy, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab, … hlm. 10.
[5] Fuad Efendy, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab, ….  hlm. 14-15.
[6] Acep Hermawan,  Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab,  …., hlm. 111.
[7] Ahmad Muhtadi Ansori, Pengajaran Bahasa Arab Media dan Metode-Metodenya, (Yogyakarta : TERAS, 2009), hlm. 9.
[8] Acep Hermawan,  Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab,  …., hlm. 122-124.

Asas - Asas Kurikulum


I.                   PENDAHULUAN
Dalam pengembangan kurikulum banyak hal yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan sebelum mengambil suatu keputusan. Apapun jenis kurikulumnya pasti memerlukan asas-asas yang harus dipegang. Asas-asas tersebut cukup komplek dan tidak jarang memiliki hal-hal yang bertentangan karenanya harus memerlukan seleksi.
Pengembangan kurikulum pada suatu negara baik dinegara-negara berkembang, negara terbelakang, dan negara-negara maju bisa dipastikan mempunyai perbedaan perbedaan yang mendasar tetapi tetap ada persamaannya.
Falsafah yang berlainan bersifat otoriter, demokrasi, sekuler atau religius akan memberi warna yang berbeda dengan kurikulum yang dimiliki oleh bangsa yang bersangkutan. Begitu juga apabila dilihat dari perbedaan masyarakat, organisasi bahan yang digunakan, dan pilihan psikologi belajar dalam mengembangkan kurikulum tersebut. Lebih lanjut akan diuraikan empat asas perkembangan kurikulum tersebut.[1]
Maka dari itulah kami sebagai pemakalah akan membahas secara rinci empat asas – asas yang terdapat pada kurikulum pembelajaran. 

II.                RUMUSAN MASALAH
A.    Apa yang dimaksud dengan Asas Fisiologis?
B.     Apa yang dimaksud dengan Asas Psikologis?
C.     Apa yang dimaksud dengan Asas Sosiologis?
D.    Apa yang dimaksud dengan Asas Organisatoris?

III.             PEMBAHASAN
A.    Asas Fisiologis
Kata Filsafat secara bahasa berarti Cinta kebijaksanaan. Kata falsafah sendiri berasal dari bahasa Yunani yaitu dari kata Philosophia. Philo atau philein berarti cinta, Shopia berarti pengetahuan, kebijaksanaan. Dengan demikian falsafah berarti cinta pengetahuan dan kebijaksanaan.
Dimyati dan Mudjiono menyatakan bahwa asas filosofis kurikulum adalah filsafat, pandangan, dan wawasan yang hidup dimasyarakat. Pada dasarnya hakikat realitas, ilmu pengetahuan, sistem nilai, nilai kebaikan, keindahan, hakikat pikiran yang ada dan hidup dimasyarakat merupakan landasan filosofis bagi kurikulum.
            Beberapa aliran filsafat yang bisa menjadi dasar pijakan secara filosofis bagi para pengembangan kurikulum :
a.       Idealisme
      Idealisme adalah gagasan filosofis yang telah memberikan pengaruh dan sumbangan yang besar dalam dunia pendidikan. Idealisme menekankan akal pikir sebagai hal dasar atau lebih dulu ada bagi materi.
b.      Pragmatisme
      Menurut S.Nasution menyatakan bahwa tugas guru bukan mengajar dalam arti menyampaikan pengetahuan, tetapi memberi kesempatan kepada anak didik untuk melakukan berbagai  kegiatan guna memecahkan masalah. Pengetahuan diperoleh bukan dengan mempelajari mata pelajaran, melainkan digunakan secara fungsional dalam memecahkan masalah.
c.       Realisme
      Menurut S.Nasution menyatakan bahwa aliran realism dalam mencari kebenaran menempuh jalan melalui pengamatan dan penelitian ilmiah terhadap alam semesta ini. Dengan demikian, mutu kehidupan manusia senantiasa bisa ditingkatkan dengan kemajuan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi.
d.      Eksistensialisme
      Menurut N.Drijarkara menyatakan bahwa eksistensialisme adalah aliran filsafat yang memandang segala-galanya dengan berpangkalan pada eksistensi. Yang dimaksud eksistensi ialah cara manusia berada didunia ini.
Dengan demikian, aliran filsafat eksistensialisme ini mengutamakan individu sebagai faktor yang menentukan identitasnya sendiri. Menentukan standar sendiri dan menentukan sendiri kurikulum. (S.Nasution)[2]
      Asas ini berhubungan dengan filsafat dan tujuan pendidikan. Filsafat dan tujuan pendidikan berkenaan dengan sistem nilai. Sistem nilai merupakan pandangan seseorang tentang sesuatu terutama berkenaan dengan arti kehidupan. Dalam pengembangan kurikulum, filsafat menjawab hal-hal mendasar, antara lain kemana peserta didik akan dibawa? Bagaimana proses pendidikan harus dijalankan? Masyarakat yang bagaimana yang akan dikembangkan melalui pendidikan tersebut, dll.
            Dengan kedudukannya yang begitu mendasar, filsafat memiliki 4 fungsi, yaitu:
a.       Filsafat dapat menentukan arah dan tujuan pendidikan
b.      Filsafat dapat menentukan isi atau materi pelajaran yang harus dipelajari
c.       Filsafat dapat menentukan strategi atau cara pencapaian tujuan
d.      Filsafat dapat menentukan tolak ukur keberhasilan proses pendidikan.
Oleh karena itu, kurikulum senantiasa berhubungan erat dengan filsafat pendidikan, karena mengandung nilai-nilai atau cita-cita masyarakat. Filsafat pendidikan menggambarkan manusia yang ideal yang dapat menjadi landasan dan sumber untuk menentukan arah dan tujuan yang akan dicapai dengan alat yang disebut kurikulum.
Pancasila sebagai filsafat bangsa Indonesia merupakan sistem nilai yang menjadi pedoman hidup bangsa, dengan demikian isi kurikulum yang disusun harus memuat dan mencerminkan nilai-nilai Pancasila. Sehingga kecerdasan,sikap dan keterampilan yang akan dikembangkan dan ditanamkan dalam diri peserta didik selalu diwarnai dan dijiwai nilai-nilai Pancasila.[3]

B.     Asas Psikologis
“Psikologi” berasal dari perkataan Yunani “psyche” yang artinya jiwa, dan “logos” yang artinya ilmu pengetahuan. Jadi secara etimologi (menurut arti kata) psikologi artinya ilmu yang mempelajari tentang jiwa, baik mengenai macam-macam gejalanya, prosesnya maupun latar belakangnya, atau disebut dengan  ilmu jiwa.[4]
L.R. Poedjawijatna (1966) sebagaimana dikutip Nico Syukur (1988: 11) menyatakan bahwa psikologi atau ilmu jiwa menyelidiki hidup manusia dari sudut hidupnya yang lebih mendalam, yang disebut “psikhe” atau “jiwa” psikologi menyelidiki pendorong tindakan – tindakan manusia baik yang sadar maupun tak sadar.
Manusia adalah makhluk jasmani dan juga rohani. karena itu manusia memiliki kemampuan psikologi yang lebih tinggi, memiliki kecakapan – kecakapan, emosi, pengetahuan, imajinasi, dan ketrampilan yang kompleks disbanding dengan makhluk lainnya.
Kondisi psikologis setiap individu berbeda satu dengan yang lainnya. Perbedaan ini disebabkan oleh tahap perkembangannya, latar belakang social budaya, tingkat kemajuan ekonomi, dan factor – factor genetic yang dibawa sejak lahir. Karena itu tepatlah jika penyusun kurikulum mempertimbangkan kondisi psikologis anak didik. Sehingga tercipta proses pembelajaran yang selaras dengan kebutuhan dan perkembangan psikologis anak didik.
Adapun aspek psikologis yang dipertimbangkan adalah yang menyangkut ilmu jiwa belajar (psikologi belajar) dan ilmu jiwa anak atau ilmu jiwa perkembangan (psikologi perkembangan). Keduanya sangat diperlukan baik dalam merumuskan tujuan pendidikan memilih dan menyusun bahan ajar, memilih dan menerapkan metode pembelajaran, serta melakukan evaluasi belajar.
1.      Ilmu Jiwa Belajar
Menurut Nana Syaodih Sukmadinata (2000: 53), terdapat 3 aliran besar mengenai Psikologi belajar.
a)    Teori disiplin mental
Menurut teori disiplin mental, sejak lahir anak itu telah memiliki potensi-potensi tertentu. Belaajar dimaksud untuk mengembangkan potensi – potensi yang dimiliki anak sejak lajir tersebut. Sehingga potensi – potensi itu teraktualisasi dan termanifestasi dalam kehidupan anak atau individu.
b)    Teori Behaviorisme
Menurut teori Behaviorisme, anak atau individu itu tidak memiliki atau tidak membawa potensi – potensi apapun dari kelahirannya. Perkembangan anak semata – mata itu ditentukan oleh faktor- faktor lingkungan. Lingkungan keluarga, sekolah alam, budaya, lingkungan religi yang akan membentuk anak. Jika anak dibesarkan dalam keluarga religius, maka ia akan berkembang menjadi orang religius.
c)    Teori cognitive gestalt field
Menurut teori ini, belajar adalah proses mengembangkan insigth atau pemahaman baru atau megubah pemahaman lama. Pemahaman terjai apabila individu menggunakan cara baru dalam menggunakan unsur – unsur yang ada dalam lingkungannya, termasuk struktur tubuhnya sendiri. Belajar merupakan kegiatan yag bertujuan eksploratif, imajinatif, dan kreatif.

Dengan demikian, belajar adalah berinteraksi dengan lingkungan, teman, guru dan dirinya sendiri. Sehingga anak menemukan pemahaman baru, persepsi baru, citra baru dan pengalaman baru tentang dunianya.

2.      Ilmu Jiwa Anak
Anak menduduki peranan sentral dalam penyusunan kurikulum. Sebab pada dasarnya sekolah dan kurikulum memang dipersiapkan untuk kepentingan anak dalam proses menuju kedewasaan dan kematangan kepribadiannya. Pengetahuan tentang anak mutlak diperlukan karena dari situlah akan diketahui minat dan kebutuhannya sesuai dengan tingkat perkembangan jiwanya. Kurikulum disusun berdasarkan pada tingkat perkembangan psikologis bakat minat dan kebutuhan anak tersebut.
Menurut J.J Rousseau dalam Nana Syaodih Sukmadinata (2000:48) anak berkembang melalui 4 tahap perkembangan :
Pertama,masa bayi (infancy) usia 0-2 tahun merupkan tahap perkembangan fisik.
Kedua, masa anak (childhood)usia 2-12 tahun masa perkembangan sebagai manusia primitif.
Ketiga, masa remaja awal (pubescence) usia 12-15 tahun masa bertualang yang sitandai dengan perkembangan intelektual, dan kemampuan menalar yang kritis. Masa remaja (adolescence) usia 15-25 tahun masa hidup sebagai manusia yag beradab masa pertumbuhan seksualitas, sosial, moral, dan kata hati.[5]

C.    Asas Sosiologis
Sosiologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki berbagai hubungan antara individu dengan individu, antara golongan, lembaga sosial yang disebut juga ilmu masyarakat.[6]
Hasan Shadily (1993) menyatakan sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hidup bersama dalam masyarakat dan menyelidiki ikatan-ikatan antar manusia yang menguasai kehidupan itu. Sosiologi mempelajari hidup bersama, kepercayaan, keyakinan-keyakinan. Intinya adalah mempelajari manusia sebagai anggota masyarakat. Sosiologi (Latin: socius: teman, kawan, sosial: berteman, berkawan, berserikat). Sosiologi bermaksud untuk mengerti kejadian-kejadian dalam masyarakat yaitu persekutuan manusia-manusia. Dengan pengertian itu, dapat berusaha mendatangkan perbaikan-perbaikan dalam hidup bersama.
Asas sosiologis memiliki peran penting dalam pengembangan kurikulum pendidikan pada masyarakat dan bangsa di muka bumi ini suatu kurikulum pada prinsipnya mencerminkan keinginan, cita-cita tertentu dan kebutuhan masyarakat.[7]
Secara sosiologis pendidikan sangat erat dengan dinamika masyarakat.
1.      Pendidikan mengandung nilai dan pengembangan nilai. Pendidikan diharapkan mampu membimbing naak-anak untuk berkembang sesuai dengan nilai-nilai masyarakat.
2.      Pendidikan diarahkan pada kehidupan dalam masyarakat, menyiapkan anak untuk cakap hidup bermasyarakat. Anak-anak perlu mengenal dinamika masyarakat, adat istiadat, memiliki kecakapan-kecakapan bersosial sehingga mampu berpartisipasi dalam pembangunan dan perubahan di masyarakat.
3.      Pelaksanaan pendidikan di pengaruhi dan di dukung oleh lingkungan masyarakat setempat. Ada saling mempengaruhi antara pendidikan dan masyarakat yang terus menerus berlangsung. Kehidupan masyarakat mempengaruhi proses-proses pendidikan, begitu pula pendidikan berusaha untuk mempengaruhi dinamika masyarakat. Bisa dikatakan, pelaksanaan pendidikan merupakan bagian dari proses kehidupan bermasyarakat itu sendiri. Disinialh pentingnya pengembangan kurikulum mempertimbangkan asas-asas sosiologis.
Kurikulum sebagai program pendidikan harus dapat menjawab tantangan dan tuntutan masyarakat. Ada beberapa faktor yang memberi pengaruh terhadap pengembangan kurikulum dalam masyarakat, antara lain:
1.      Kebutuhan masyarakat
Tuntutan masyarakat adalah salah satu dasar dalam mengembangkan kurikulum. Kebutuhan masyarakat tidak pernah, tidak terbatas dan beraneka ragam. Oeh karena itu lembaga pendidikan berusaha menyiapkan tenaga-tenaga terdidik ang terampil yang dapat dijadikan sebagai penggali kebutuhan masyarakat.
2.      Perubahan dan perkembangan masyarakat
Masyarakat adalah suatu lembaga yang hidup, selalu berkembang dan berubah. Para pembina dan pelaksana kurikulum dituntut lebih peka mengantisipasi perkembangan masyarakat sesuai dengan IPTEK, agar apa yang diberikan kepada peserta didik relevan dan dapat berguna bagi kehidupan peserta didik tersebut dimasyarakat. Perubahan dan perkembangan nilai yang ada dalam masyarakat sering menimbulkan konflik antar generasi. Dengan diadakannya pendidikan diharapkan konflik yang terjadi antar generasi dapat teratasi.
3.      Tri pusat pendidikan
Yang dimaksud dengan tri pusat pendidikan adalah bahwa pusat pendidikan dapat bertempat dirumah,sekolah, dan dimasyarakat. Selain itu mass media, lembaga pendidikan agama, serta lingkungan fisik juga dapat berperan sebagai pusat pendidikan.

D.    Asas Organisatoris
Menurut Rodijakkers (1980 : 33) asas organisaoris adalah hal – hal yang menyangkut masalah penyusunan bahan pengajaran. Dimana jam pelajaran itu diatur sedemikian rupa sehingga semua menjadi jelas. Materi dan pengalaman belajar dalam kurikulum diorganisasikan untuk pengefektifan pencapaian tujuan. Isi atau materi kurikulum adalah semua pengetahuan, ketrampilan, nilai – nilai dan sikap yang terorganisasi dalam mata pelajaran atau bidang studi.
Ada 3 hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan asas organisatoris dalam menyusun kurikulum.
a.       Tujuan bahan pelajaran
Apakah tujuan pelajaran tersebut untuk membekali ketrampilan anak menghadapi masa kekinian keperluan masa depan, untuk membantu anak memecahkan masalah (promblema solving) untuk mewariskan dan mengembangkan nilai-nilai, membimbing anak berpikir ilmiah dan lainnya. 
b.      Sasaran bahan pelajaran
Siapakah anak didik itu bagaimana latar belakangnya, sampai dimanakah tingkat pengembangan psikologisnya, bagaimana bakat minatnya dan lainnya.
c.       Pengorganisasian bahan
Bagaimana bahan pelajaran diorganisasi, apakah berdasarkan topik, konsep, kronologi dan lainnya.
Dengan demikian, pada dasarnya asas organisatoris menjelaskan bahwa kurikulum harus memenuhi kriteria perkembangan sains dan teknologi. Sehingga kurikulum mampu diimplementasikan secara kongkret, efektif dan efisien.[8]



V.                PENUTUP
Demikian penulisan makalah yang dapat kami sampaikan, pemakalah menyadari bahwa masih banyak kesalahan dan kekurangan baik dalam penyusunan maupun penyampaian makalah ini, maka dari itu kritik dan saran yang membangun sangat pemakalah harapkan, guna memperbaiki penyusunan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.


[1] Abdullah, Idi, Perkembangan Kurikulum Teori dan Praktik, (Yogjakarta: Ar-Ruzz, 2007) hlm.74.
[2]Achmad Sudja’i, Pengembangan Kurikulum, (Semarang: AKFI Media, 2013), hlm.25-33.
[3]Sholeh Hidayat, Pengembangan Kurikulum Baru, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013), hlm.34-36.
[4]AbuAhmadi, Psikologi Umum,(Semarang : Rineka Cipta, 1991), hlm. 12.
[5]Achmad Sudja’i, Pengembangan Kurikulum, …. hlm. 25-37.
[6]Dakir, Perencanaan dan Perkembangan Kurikulum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004) hlm. 62.
[7] Abdullah, Idi, Perkembangan Kurikulum Teori dan Praktik, ....., hlm.75
[8]Achmad Sudja’i, Pengembangan Kurikulum, .... , hlm. 43-45.