Kamis, 05 Januari 2017

RESENSI BUKU (KHR. Asnawi Satu Abad Qudsiyyah Jejak Kiprah Santri Menara)

RESENSI BUKU
Oleh : TariMaedi

Judul Buku
:
KHR. Asnawi Satu Abad Qudsiyyah Jejak Kiprah Santri Menara
Penulis


ISBN
:


:
H.M Ihsan, M. Zainal Anwar, M. Rikza Chamami, Makrus Ali, Khasan Ubaidilah, Syaifullah Amin, dan Furqon Ulya Himawan
978-602-60637-0-1
Penerbit
Editor
Desain Cover & isi
:
:
:
Pustaka Compass
Aprilia Koeshendraty
Aly Hayun
Cetakan
:
Cetakan Pertama, Desember 2016
Jumlah Halaman
Ukuran
Harga
:
:
:
Xxviii + 246
15 x 21 cm
Rp. 65000,00

            Kudus, kotaku. banyak orang banyak yang mengenal Kotaku ini dengan berbagai sebutan, salah satunya yaitu “Kudus Kota Santri”, kenapa disebut sebagai kota santri? Alasan yang tidak lain adalah karena di Kudus memang banyak didirikannya pesantren – pesantren dan sekolah – sekolah yang tidak hanya mengajarkan tentang pengetahuan umum saja tetapi juga mengajarkan tentang pengetahuan agama yang dikudus dikenal dengan sebutan Madrasah. Itulah sebabnya kenapa Kudus dikenal dengan Kota Santri. Banyak para Santri dari dalam maupun luar kudus yang nyantri di Kudus dan sekolah di Madrasah yang ada di Kudus.
            Seperti salah satu madrasah yang ada dikudus, yang sudah diyakini sebagai madrasah yang umurnya telah mencapai 1 abad atau 100 tahun. Masyarakat kotaku sering menyebutnya dengan Madrasah Qudsiyyah, Ya. Memang nama madrasahnya adalah Madrasah Qudsiyyah Kudus. Pertanyaannya bagaimana Madrasah tersebut dapat bertahan hingga mencapai 1 abad? Pertanyaan tersebut akan di jawab secara detail di buku ini.
            Perjuangan menjaga nama “Madrasah”pun dilakukan oleh Kiai Asnawi sebagai pendiri Madrasah Qudsiyyah. Dalam penjajahan dalam bidang pendidikan, kebijakan dari pemerintah colonial yang mengharuskan beberapa institusi pendidikan madrasah untuk bersikap moderat kepada pihak colonial dengan melabeli kata school. Tapi Kiai Asnawi tetap menggunakan kata Madrasah dan tidak menggunakan kata School.
            Awal mula berdirinya madrasah Qudsiyyah ini adalah sejak Kiai Asnawi pulang dari makkah untuk melakukan ibadah haji serta menuntut ilmu di Makkah,. Selain Kiai Asnawi juga banyak para pemuda dan agamawan kudus yang pergi ke Makkah untuk haji sekaligus belajar di Makkah bahkan ada juga yang mengajar disana. itu sebagai bukti bahwa masyarakat Kudus mempunyai semangat untuk belajar. Setelah sekitar 22 tahun Kiai Asnawi mengajar di Makkah, pada tahun1916 Kiai Asnawi memutuskan untuk pulang ke Kudus.
            Setelah Kiai Asnawi pulang ke Kudus, Kiai Asnawi disambut dengan permasalahan yang sedang terjadi di Masyarakat Kudus yaitu tentang masalah kondisi ekonomi, sosial, dan keagamaan. Dalam mengatasi masalah tersebut, Kiai Asnawi menggunakan stategi yaitu dengan menyiapkan sebuah pelembagaan keilmuan yang diawali dengan forum pembelajaran di Masjid Menara Kudus. Bagi Kiai Asnawi yang terpenting adalah bagaimana menyiapkan generasi terdidik di masa mendatang dalam balutan pondasi “Ahlu Sunnah Wal Jamaah”. Tahun 1917 M kegiatan pembelajaran telah dimulai walaupun belum ada nama atau tempat yang pasti, terkadang pembelajaran dilakukan dirumah salah satu pengurus di Desa Damaran, sempat juga sementara waktu menempati lokasi yang akan menjadi rumah KHR Asawi di desa Bendan.
            Pada Tahun 1919 M yang bertepatan dengan 1337 H, Madrasah Qudsiyyah dibangun tepat di Selatan Menara Kudus. Serta peresmian nama Qudsiyyah, nama Qudsiyyah diambil dari kata quds yang berarti suci serta merujuk pada nama kota Kudus. Lokasi Menara Kudus yang dipilih sebagai tempat gedung baru merupakan langkah srategis karena berada tepat dijantung peradaban Islam Kudus Kuno, dimana ajaran – ajaran Sunan Kudus secara continuo diwariskan dari generasi ke generasi. Madrasah ini tidak hanya mempelajari pengetahuan umum saja, tapi jugag mempelajari tentang agama serta mengkaji kitab – kitab kuning. Uniknya dimadrasah Qudsiyyah hanya menerima peserta didik laki – laki saja.Jadi madrasah yang khusus untuk anak laki – laki. Dan selain Kiai Asnawi ada juga Kiai2 Kudus lainnya yang mengajar di Qudsiyyah.
            Para Penulis buku ini, tidak hanya menulis tentang berdirinya madrasah Qudsiyyah, tetapi juga menulis tentang sosok Kiai2 lain di Kudus seperti KH Yahya Arief, KH. Ma’ruf Irsyad, dan KH. Sya’roni Ahmadi. Kemudian para penulis juga menulis tentang Organisasi alumni – alumni dari Madrasah Qudsiyyah Kudus yang melanjutkan belajar di Perguruan Tinggi dimanapun.
            Hebatnya Buku ini ditulis oleh alumni Madrasah Qudsiyyah yang tersebar di Yogyakarta, Surakarta, Semarang, Jakarta, bahkan yang diluar negeri seperti di Singapura dan Mesir juga ikut menyumbang tulisannya. Buku ini sangat cocok untuk kita yang ingin mengetahui lebih dalam tentang sejarah 1 abad Qudsiyyah serta perjuangan para tokoh- tokoh Kiai dalam menyebarkan ajaran agama Islam dalam landasan Ahlu Sunnah Waljamaah.
           

            

Minggu, 16 Oktober 2016

Autobiografi "Si Sayur "Mbarep" Maedi

Si Sayur “Mbarep” Maedi
            Saya yang biasa dipanggil Tari dari penggalan nama lengkap saya yaitu Siti Lestari Mulianah, saya berjenis kelamin perempuan yang di lahirkan di rumah bersalin Budi Luhur kota Kudus dengan dibantu oleh bu bidan Titin, akhirnya pukul 15.00 WIB tanggal 13 bulan Juni tahunnya 1995 itu pertama kalinya saya melihat dunia sekaligus pertemuan pertama saya dengan orang tua saya. Saya lahir dengan Bobot 3,5 kg dan panjang 4,8 cm dan menyandang gelar anak mbarep (pertama) dari pasangan suami istri yang sah bapak Jumaedi dan ibu Sumanah. Bapak ibu saya menamai saya dengan nama Lestari Mulianah, dari embah saya yaitu bapak dari bapak saya alias kakek saya menambahi nama Siti didepan nama saya. Jadilah nama saya “Siti Lestari Mulianah”. Saya mempunyai 2 adek, satu saingan saya karena dia perempuan “Nilna” begitu panggilannya lengkapnya Nilna Sya’adah dan Muhammad Satria Ibnu Shihab adik laki-laki ternakal saya. Karena saya belum berkeluarga, tempat tinggal saya masih bersama keluarga saya yaitu di desa Prambatan Kidul RT 01 RW 04 dukuh Karang Wetan Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Kudus.
            Tahun 1999 Saya masuk sekolah TK Aisyiyah Bustanul Athfal yang letaknya tidak jauh dari rumah saya jaraknya kira-kira 100 meteran dari rumah saya. Setiap berangkat sekolah, saya pasti diantar oleh orang tua saya tapi setiap pulang sekolah, saya lebih memilih jalan kaki bersama teman-teman dari pada dijemput. Karena, menurut saya jalan kaki bersama teman – teman itu lebih menyenangkan. Sejak kecil, saya senang sekali menari, mewarnai, dan menggambar karena itulah saya sering diikut sertakan dalam lomba – lomba tersebut. Selain itu, Saya juga senang menyanyi terutama  menyanyi lagu – lagu india, setelah pulang sekolah saya sering menari dan menyanyi india bersama teman – teman saya dirumah. Betapa bahagianya saya diwaktu kecil yang hanya dipenuh dengan  kegembiraan, tertawa, keceriaan. Masa anak-anak memanglah masa yang paling indah dan menggembirakan. Tahun 2001 saya lulus dari TK, Karena orang tua saya meninginkan saya belajar ilmu agama dan ilmu umum, saya melanjutkan pendidikan di MI Banat NU Kudus, yang sekarang terkenal dengan sebutan MI NU Banat Kudus. 12 tahun saya tidak mempunyai temen sekelas yang bejenis kelamin laki-laki karena dari MI sampai MA saya hidup dilingkungan Banat yang semua temen – temen kelas saya itu perempuan. Saya lulus MI tahun 2007  dan melanjutkan ke jenjang MTS NU Banat Kudus yang letaknya tidak jauh dari MI banat . Lulus MTS tahun 2010 dan masih setia di lingkungan Banat, saya melanjutkan pendidikan di MA Nu Banat Kudus setelah satu tahun disana, saya masuk kelas XI dan mengambil jurusan IPS sampai akhirnya tahun 2013 saya keluar dari lingkungan Banat. Disamping pendidikan formal, saya juga mengikuti pendidikan nonformal yaitu di TPQ Al-Rosyad Kepundung Purwosari Kudus mulai tahun 2003 sampai 2006. Setelah lulus dari TPQ, saya melanjutkan di Madrasah Diniyah Hidayatul Aulad Prambatan Kidul Kudus. Di Madrasah Diniyah saya langsung masuk di kelas 3 sampai tahun 2009 saya lulus dari MADIN.
                                                           
      Setelah 12 tahun saya belajar di Banat, tahun 2013 Saya melanjutkan pendidikan diperguruan tinggi Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang dengan mengambil jurusan Pendidikan Bahasa Arab.  Pada awal tahun saya masuk di UIN, saya memutuskan untuk tinggal di Ma’had Walisongo Semarang yang letaknya tidak jauh dari kampus tempat saya belajar nantinya. Masuk kuliah pertama kali, saya merasa minder sama teman-teman saya karena mayoritas dari mereka adalah lulusan pondok sedangkan saya baru pertama kali masuk pondok di Ma’had Walisongo Semarang itu pun karena keinginan orang tua. Satu tahun berjalan, dan masa aktif di Ma’had Walisongo pun sudah habis. Saya melanjutkan tinggal di lingkungan pondok lagi, karena ketagihan dengan dunia pondok dan saya memutuskan untuk tinggal di Pondok Pesantren Darun Najah Jerakah yang letaknya lumayan jauh dari tempat saya belajar yaitu tepatnya di Jl. Stasiun Jrakah Kelurahan Jrakah Kecamatan Tugu Kabupaten Semarang.
            Pengalaman saya berorganisasi itu hanya di desa saya saja yaitu waktu saya masih duduk di bangku MTS dan MA, saya aktif di IPNU IPPNU Prambatan Kidul dan Jam’iyyah Fatayat Prambatan Kidul.Tapi sejak saya kuliah di Semarang saya sudah tidak aktif lagi dalam berorganisasi. Selama saya belajar dibangku kuliah, saya pernah mengikuti salah satu organisasi yang ada dikampus, tapi itupun tidak berjalan dalam waktu yang lama karena adanya suatu alas an. Sejak saat itu saya sudah tidak aktif lagi dalam berorganisasi.
            Sekarang saya masih duduk di bangku kuliah semester tujuh yang insya allah akan menyandang gelar S.Pd pada tahun 2017. Aamiin. Semoga dapat tercapai dan menjadi orang yang sukses dan berguna bagi masyarakat dan khususnya dapat membanggakan kedua orang tua karena Ridhollahu fi Ridholwalidain Ridho Allah terletak kepada ridho kedua orang tua. Segala usaha harus diiringi dengan do’a begitupun sebaliknya do’a harus diiringi dengan usaha.
            Inilah sepenggal kisah saya, Saya si sayur “mbarep” Maedi, kenapa saya memakai nama itu, sayur karena menurut saya itu unik, saya yang gag doyan sayur, yang kalo makan pasti menyisihkan sayur, sekarang saya mencoba untuk menyukai sayur. Do’akan saya semoga berhasil. Mbarep, itu sebutan anak pertama dari bahasa jawa dan Maedi adalah penggalan dari nama pangeran saya alias bapak saya.

Selasa, 29 Maret 2016

Metodologi Pembelajaran : Dasar Teoris dan Teori kesatuan dan Cabang


I.                  PENDAHULUAN
Bahasa adalah kumpulan isyarat yang digunakan oleh orang – orang untuk mengungkapkan pikiran, perasaan, emosi, dan keinginan[1]. Dengan definisi lain, bahasa adalah alat yang digunakan untuk mendeskripsikan ide, pikiran, atau tujuan melalui struktur kalimat yang dapat dipahami oleh orang lain[2]. Kemahiran seseorang dalam suatu bahasa tidak menjamin kemahirannya mengajarkan bahasa tersebut kepada orang lain mahir berbahasa adalah satu hal dan mahir mengajarkan bahasa adalah hal yang lain. Seorang yang akan menjadi guru bahasa arab harus menguasai ketiga hal yaitu : (1) kemahiran berbahasa arab, (2) pengetahuan tentang bahasa arab, dan (3) ketrampilan mengajarkan bahasa arab.
Penguasaan bahasa lebih dari satu, yang biasa di sebut bilingualisme untuk penguasaan dua bahasa dan multilingualisme untuk lebih dari dua, mempunyai sifat-sifat yang khas. Dari kekhasan perlu adanya pendekatan untuk menciptakan kecakapan. Dalam hal ini kecakapan bahasa arab yaitu ; menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Dari empat kecakapan tersebut penulis memilih kecakapan berbicara dalam konteks percakapan berbahasa arab. Sebagaimana kajiannya adalah percakapan bahasa arab, maka perlu pembatasan yang berupa ; Dasar-dasar teoritis pembelajaran Bahasa dan teori kesatuan, cabang pembelajaran bahasa Arab.[3]


II.               RUMUSAN MASALAH

1.      Bagaimana Dasar – dasar  teoritis  pembelajaran Bahasa Arab ?
2.      Bagaimanakah teori kesatuan dan cabang pembelajaran Bahasa Arab?


III.           PEMBAHASAN

1.  Dasar-Dasar Teoritis Pembelajaran Bahasa Arab
Pembelajaran bahasa dibangun atas landasan teori-teori ilmu jiwa, dan ilmu linguistik. Psikologi membahas bagaimana orang belajar sesuatu. Linguistik memberikan informasi tentang seluk beluk bahasa. Informasi dari keduanya digabung menjadi suatu cara atau metode yang memudahkan proses belajar mengajar, untuk mencapai tujuan tertentu.
a.          Teori – teori Psikologis
Para ahli psikologi pembelajaran sepakat bahwa dalam proses belajar mengajar terdapat unsur-unsur internal yaitu bakat, minat, kemauan dan pengalaman terdahulu dalam diri pelajar, dan eksternal yaitu lingkungan, guru, buku dsb. Unsur yang menjadi faktor dominan atau paling besar pengaruhnya dalam proses pembelajaran dapat dilihat melalui dua teori besar dalam psikologi yaitu :
1)          Teori Behaviorisme
Dalam pengajaran bahasa, teori behaviorisme melahirkan pendekatan audio lingual. Dalam pendekatan ini peran guru sangat dominan karena dialah yang memilih bentuk stimulus, memberikan ganjaran dan hukuman dan memberikan penguatan , menentukan jenisnya, dan guru pula memilih buku, materi dan cara mengajarkannya. Bahkan menentukan jawaban atas perntanyaan yang di ajukan kepada pelajar.

2)          Teori Kognitif
Teori kognitif menegaskan pentingnya keaktifan pelajar. Pelajarlah yang mengatur dan menentukan proses pembelajarannya. Lingkungan bukanlah penentu awal dan akhir positif atau negatifnya hasil pembelajaran. Menurut pandangan ini, seseorang ketika menerima stimulus dari lingkungannya, dia melakukan pemilihan sesuai dengan minat dan keperluannya, menginterprestasikannya, menghubungkannya, dengan pengalaman terdahulu, baru kemudian memilih alternatif respon yang paling sesuai.

b.         Teori – teori Ilmu Bahasa
Pengembangan linguistik mempunyai pengaruh yang tak sedikit atau membawa konsekuensi perubahan-perubahan dalam pengembangan desain pengajaran bahasa. Dalam teori ilmu bahasa mencakup beberapa teori, yaitu :
1)         Teori Structural
Teori ini muncul karena suatu ketidakpuasan terhadap hasil-hasil analisis secara tradisional, sehingga menyebabkan para ahli menelusuri bentuk-bentuk baru cara mengajarkan aspek bahasa. Kemudian lahirlah tata bahasa struktural yang mengakar pada filsafat behaviorisme. Teori ini dipelopori oleh linguis dari Swiss Ferdinand De Saussure tapi dikembangkan lebih lanjut secara signifikan oleh Leonard Bloomfield. Dialah yang meletakan dasar-dasar linguistik struktural berdasarkan penelitian-penelitian dengan menggunakan metode penelitian ilmiah yang lazim digunakan dalam sains.
Beberapa teori tentang bahasa menurut structural ini, antara lain :
a)         Bahasa itu pertama-tama adalah ujaran,
b)         Kemampuan berbahasa diperoleh melalui kebiasaan yang ditunjang dengan latihan dan penguatan,
c)         Setiap bahasa memiliki sistemnya sendiri yang berbeda dengan bahasa lain, oleh karena itu menganalisis suatu bahasa tidak bisa memakai kerangka yang di gunakan untuk menganalisis bahasa lainnya,
d)         Setiap bahasa memiliki sistem utuh dan cukup untuk mengekspresikan maksud dari penuturnya, oleh karena itu tidak ada satu bahasa yang paling unggul atas bahasa yang lainnya.
e)         Semua bahasa yang hidup dan berkembang mengikuti perubahan zaman terutama karena terjadinya kontak dengan bahasa lainnya. Oleh karena itu kaidah-kaidahnya pun bisa mengalami perubahan.
f)         Sumber pertama dan utama kebakuan bahasa adalah penutur bahasa             tersebut, bukan lembaga ilmiah, pusat bahasa atau teori-teori gramatika.[4]
Teori-teori linguistic structural ini seiring dengan teori-teori psikologi behaviorisme dan menjadi landasan teoritis bagi metode audiolingual dalam pembelajaran bahasa.
2)  Teori Generatif – Transformatif
Linguistik transformasi lahir sebagai reaksi atas ketidakpuasan terhadap pemikiran-pemikiran dan prosedur analisis bahasa yang dikembangkan oleh aliran struktural. Aliran Generatif-Transformatif ini dipelopori oleh seorang pakar linguistic Amerika yang bernama Noam Chomsky. Dia membagi kemampuan-kemampuan berbahasa menjadi dua, yaitu kompetensi dan performansi.   Kompetensi (competence) adalah kemampuan ideal yang dimiliki oleh seorang penutur bahasa. Kompetensi menggambarkan pengetahuan tentang sistem bahasa yang sempurna, yaitu pengetahuan tentang sistem kalimat (sintaks), sistem kata (morfologi), sistem bunyi (fonologi), dan sistem makna (semantic). Sedangkan performansi (performance) adalah ujaran-ujaran yang bisa didengar atau dibaca, yang merupakan tuturan seseorang apa adanya tanpa dibuat-buat. Oleh karena itu, performansi bisa saja tidak sempurna, dan oleh karena itu pula, menurut Chomsky, suatu tata bahasa hendaknya memerikan kompetensi dan bukan performansi.[5]
2.  Teori Kesatuan dan Cabang Pembelajaran Bahasa Arab
A.        Teori Kesatuan
Teori kesatuan adalah kita memandang bahasa arab sebagai kesatuan dari beberapa unit yang saling menguatkan bukan cabang – cabang yang berdiri sendiri. Unit – unit dalam kesatuan tersebut merupakan sebuah keniscayaan yang satu sama lain saling menyempurnakan. Unit-unit yang dimaksud dalam teori kesatuan ini adalah :
a.                    Dialog (al-hiwar)
Dialog atau al-hiwar disebut juga dengan al-muhadasah yaitu aspek kegiatan mempraktekkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata yang dirangkai menjadi kalimat-kalimat untuk mengekspresikan pikiran berupa ide, pendapat, keinginan atau perasaan kepada mitra bicara.
b.                   Struktur (at-tarkib)
Struktur atau at-tarkib adalah materi tata bahasa (al-qawaid) yang diberikan untuk membantu para pelajar dalam menyusun kalimat dengan benar.[6]
c.                    Membaca (al-qira’ah)
Membaca atau al-qira’ah adalah materi memahami bacaan dengan makhraj dan intonasi yang baik dan benar.[7]
d.                   Menulis (al-kitabah)
Menulis atau al-kitabah adalah materi ekspresi dalam bentuk tulisan agar dapat menyusun suatu paragraf.
e.                    Hafalan (al-mahfuzhat) dan apresiasi sastra (al-tadzawwuq al-adabi)
Hafalan dalam hal ini adalah sub materi pelajaran berupa kalimat-kalimat yang harus dihafalkan diluar kepala (al-mahfudzat). Kalimat – kalimat tersebut pada umumnya potongan karya sastra baik berupa puisi (al-syi’r) atau prosa (al-natsar). yang memiliki nilai praktis dalam kehidupan sehari-hari. Materi hafalan ini dalam prakteknya tidak hanya sebagai bahan hafalan, tetapi juga sebagai bahan pembahasan dalaam berbagai aspek, misalnya nilai isi, keindahan, struktur dan sebagainya. Oleh sebab itu materi al-mahfudzat dalam hal-hal tertentu bias sekaligus menjadi materi apresiasi sastra (al-tadzawuq al-adabi).
Karakteristik pembelajaran pada teori kesatuan ini, antara lain :
a.         Semua unit bersumber pada satu silabus dan baku sebagai silabus dan buku bahasa Arab.
b.         Semua unit diajarkan dalam alokasi waktu yang sama sebagai waktu pembelajaran bahasa Arab.
c.         Semua unit diajarkan oleh guru yang sama sebagai guru bahasa Arab
d.         Dalam hal penilaian, guru memberikan nilai akhir tidak untuk setiap unit melainkan nilai akhir bahasa Arab sesuai dengan tujuan pembelajaran bahasa Arab.
Kelebihan dan Kekurangan Teori kesatuan
Ada beberapa kelebihan yang membantu para pelajar dalam meguasai keterampilan berbahasa. Ibrahim (1973:50) mengemukakan kelebihan ini ditinjau dari tiga dasar, yaitu dasar psikologis pedagogis, dan linguistic.
a.         Dasar Psikologis (al-asas al-nafsi)
1)         Selalu adanya pembaruan kegiatan, karena materi – materi yang disajikan tidak monoton, melainkan bergantian dalam bentuk kegiatan – kegiatan secara teratur dan bervariasi. kondisi ini akan menjadi motivasi bagi mereka, mengatasi kejenuhan yang mungkin mereka rasakan.
2)         Selalu ada kegiatan ulang baik kegiatan pada satu tema. Hal ini jelas akan memberikan penguatan pemahaman para pelajar. Walaupun kegiatan pembelajaran ulang diberikan oleh guru bermacam – macam, Namun tetap semuanya kembali kepada satu tema.
b.         Dasar Pedagogis (al-asas al-tarbawi)
Bahwa memberikan pelajaran yang teratur dan berkesinambungan adalah pengajaran yang efektif. Jika kita melihat cara kerja mmetode – metode pembelajaran semuanya menuntun para guru untuk menyampaikan materi pelajaran dengan teratur dan saling berhubungan satu sama lain.
c.         Dasar Linguistik (al-asas al-lughawi)
Pada saat melakukan pembelajaran dengan teori kesatuan maka guru mengajarkan meggunakan bahasa secara integral baik lisan maupun tulis kepada para pelajar.
B.         Teori Cabang
Teori cabang merupakan kebalikan dari sistem kesatuan karena pelajaran bahasa Arab dalam teori cabang dilihat sebagai sekumpulan materi yang terpisah – pisah secara mandiri. Dalam hal ini Ibrahim (1973: 50) menjelaskan bahwa pelajaran bahasa Arab dengan system cabang terbagi menjadi beberapa cabang  setiap cabang mmemiliki kurikulum buku pelajaran alokasi waktu.
Tujuan pokok pembelajaran bahasa Arab dengan system cabang bukan ketrampilan menggunakan bahasa Arab layaknya pada system kesatuan melainkan menguasai ilmu- ilmu bahasa.
Karakteristik pembelajaran pada teori kesatuan ini, antara lain :
a.         Alokasi waktu pembelajaran terbagi sesuai porsi bagian – bagian sebagai cabang bahasa.
b.          Setiap cabang itu memiliki kurikulum sendiri
c.          Setiap cabang itu memiliki buku daras sendiri
d.         Dalam penilaian akhir guru memberikan nilai akhir kepada setiap pelajar sesuai dengan tujuan pelajaran yang bersangkutan.
Kelebihan Teori Cabang
a.         Masing – masing unit pelajaran yang diberikan akan lebih mendalam di bandigkan dengan system kesatuan. Karena guru memiliki alokasi waktu yang leluasa dan kebebasan memberikan warna pembelajaran secara khusus. Apalagi dengan guru yang khusus untuk setiap pelajaran, materi pelajaran relative lebih dalam.
b.         Permasalahan pembelajaran yang dihadapi dalam setiap unit cenderung dapat diatasi secara tuntas apalagi jika setiap pelajaran dipegang oleh satu guru. Karena perhatian terhadap persoalan yang terjadi disetiap pelajaran relative lebih banyak.


Kekurangan Teori Cabang :
a.         Pemilahan unit-unit bahasa menjadi bagian – bagian yang terpisah dinilai akan merusak substansi bahasa Arab yang utuh yang tentu saja akan merusak karakteristik sebagai system yang padu. Sebagai akibatnya para pelajar tidak akan diarahkan secara serius kepada penguasaan keterampilan berbahasa Arab.
b.         Perhatian pembelajaran yang mendalam pada unit – unit bahasa arab secara terpisah dengan cara yang berbeda akan mengakibatkan perkembangan kemampuan berbahasa para pelajar tidak seimbang. Bisa jadi perkembangan kemampuan pelajar dalam tata bahasa misalnya akan pesat, sementara kemampuan menuliskannya kurang, dan seterusnya.[8] 

IV.           KESIMPULAN

Dalam pembelajaran Bahasa Arab terdapat dasar-dasar teoritis pembelajaran Bahasa dan teori kesatuan, cabang pembelajaran Bahasa Arab. Dasar-dasar teoritis pembelajaran Bahasa mencakup teori-teori ilmu jiwa atau psikologis dan ilmu linguistic. Teori bahasa atau linguistic dibagi menjadi dua, yaitu Teori Structural dan Teori Generatif – Transformatif. Dan teori psikologis juga dibagi menjadi dua, yaitu Teori Behaviorisme dan Teori Kognitif.
     Selain teori linguistic dan psikologi, didalam pembelajaran Bahasa Arab juga terdapat Teori Kesatuan dan Teori Cabang. Dalam Teori Kesatuan membahas tentang Dialog (al-hiwar), Struktur (at-tarkib), Membaca (al-qira’ah), Menulis (al-kitaabah), Hafalan (al-mahfuzhat). Sedangkan, Teori Cabang merupakan kebalikan dari sistem kesatuan karena pelajaran bahasa Arab dalam teori cabang dilihat sebagai sekumpulan materi yang terpisah – pisah secara mandiri.



V.               PENUTUP
Demikianlah makalah yang dapat kami sampaikan, Kepada para pembaca, penulis menyadari banyaknya kekurangan dari penulisan makalah ini, oleh karena itu disarankan kepada seluruh pembaca, supaya mencari dan membaca referensi-referensi lain yang terkait dengan materi yang berkaitan dengan “Teori dasar pembelajaran bahasa Arab dan Teori kesatuan dan cabang”.


[1] Bambang Yudi Cahyono, Kristal-Kristal Ilmu Bahasa, (Surabaya: Airlangga Press, 1995), hlm. 3.
[2] Acep Hermawan,  Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab,  (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011), hlm. 8.
[3] Fuad Efendy, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab, (Malang: Misykat, 2015) hlm. 4.
[4] Fuad Efendy, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab, … hlm. 10.
[5] Fuad Efendy, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab, ….  hlm. 14-15.
[6] Acep Hermawan,  Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab,  …., hlm. 111.
[7] Ahmad Muhtadi Ansori, Pengajaran Bahasa Arab Media dan Metode-Metodenya, (Yogyakarta : TERAS, 2009), hlm. 9.
[8] Acep Hermawan,  Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab,  …., hlm. 122-124.