Kamis, 05 Januari 2017

RESENSI BUKU (KHR. Asnawi Satu Abad Qudsiyyah Jejak Kiprah Santri Menara)

RESENSI BUKU
Oleh : TariMaedi

Judul Buku
:
KHR. Asnawi Satu Abad Qudsiyyah Jejak Kiprah Santri Menara
Penulis


ISBN
:


:
H.M Ihsan, M. Zainal Anwar, M. Rikza Chamami, Makrus Ali, Khasan Ubaidilah, Syaifullah Amin, dan Furqon Ulya Himawan
978-602-60637-0-1
Penerbit
Editor
Desain Cover & isi
:
:
:
Pustaka Compass
Aprilia Koeshendraty
Aly Hayun
Cetakan
:
Cetakan Pertama, Desember 2016
Jumlah Halaman
Ukuran
Harga
:
:
:
Xxviii + 246
15 x 21 cm
Rp. 65000,00

            Kudus, kotaku. banyak orang banyak yang mengenal Kotaku ini dengan berbagai sebutan, salah satunya yaitu “Kudus Kota Santri”, kenapa disebut sebagai kota santri? Alasan yang tidak lain adalah karena di Kudus memang banyak didirikannya pesantren – pesantren dan sekolah – sekolah yang tidak hanya mengajarkan tentang pengetahuan umum saja tetapi juga mengajarkan tentang pengetahuan agama yang dikudus dikenal dengan sebutan Madrasah. Itulah sebabnya kenapa Kudus dikenal dengan Kota Santri. Banyak para Santri dari dalam maupun luar kudus yang nyantri di Kudus dan sekolah di Madrasah yang ada di Kudus.
            Seperti salah satu madrasah yang ada dikudus, yang sudah diyakini sebagai madrasah yang umurnya telah mencapai 1 abad atau 100 tahun. Masyarakat kotaku sering menyebutnya dengan Madrasah Qudsiyyah, Ya. Memang nama madrasahnya adalah Madrasah Qudsiyyah Kudus. Pertanyaannya bagaimana Madrasah tersebut dapat bertahan hingga mencapai 1 abad? Pertanyaan tersebut akan di jawab secara detail di buku ini.
            Perjuangan menjaga nama “Madrasah”pun dilakukan oleh Kiai Asnawi sebagai pendiri Madrasah Qudsiyyah. Dalam penjajahan dalam bidang pendidikan, kebijakan dari pemerintah colonial yang mengharuskan beberapa institusi pendidikan madrasah untuk bersikap moderat kepada pihak colonial dengan melabeli kata school. Tapi Kiai Asnawi tetap menggunakan kata Madrasah dan tidak menggunakan kata School.
            Awal mula berdirinya madrasah Qudsiyyah ini adalah sejak Kiai Asnawi pulang dari makkah untuk melakukan ibadah haji serta menuntut ilmu di Makkah,. Selain Kiai Asnawi juga banyak para pemuda dan agamawan kudus yang pergi ke Makkah untuk haji sekaligus belajar di Makkah bahkan ada juga yang mengajar disana. itu sebagai bukti bahwa masyarakat Kudus mempunyai semangat untuk belajar. Setelah sekitar 22 tahun Kiai Asnawi mengajar di Makkah, pada tahun1916 Kiai Asnawi memutuskan untuk pulang ke Kudus.
            Setelah Kiai Asnawi pulang ke Kudus, Kiai Asnawi disambut dengan permasalahan yang sedang terjadi di Masyarakat Kudus yaitu tentang masalah kondisi ekonomi, sosial, dan keagamaan. Dalam mengatasi masalah tersebut, Kiai Asnawi menggunakan stategi yaitu dengan menyiapkan sebuah pelembagaan keilmuan yang diawali dengan forum pembelajaran di Masjid Menara Kudus. Bagi Kiai Asnawi yang terpenting adalah bagaimana menyiapkan generasi terdidik di masa mendatang dalam balutan pondasi “Ahlu Sunnah Wal Jamaah”. Tahun 1917 M kegiatan pembelajaran telah dimulai walaupun belum ada nama atau tempat yang pasti, terkadang pembelajaran dilakukan dirumah salah satu pengurus di Desa Damaran, sempat juga sementara waktu menempati lokasi yang akan menjadi rumah KHR Asawi di desa Bendan.
            Pada Tahun 1919 M yang bertepatan dengan 1337 H, Madrasah Qudsiyyah dibangun tepat di Selatan Menara Kudus. Serta peresmian nama Qudsiyyah, nama Qudsiyyah diambil dari kata quds yang berarti suci serta merujuk pada nama kota Kudus. Lokasi Menara Kudus yang dipilih sebagai tempat gedung baru merupakan langkah srategis karena berada tepat dijantung peradaban Islam Kudus Kuno, dimana ajaran – ajaran Sunan Kudus secara continuo diwariskan dari generasi ke generasi. Madrasah ini tidak hanya mempelajari pengetahuan umum saja, tapi jugag mempelajari tentang agama serta mengkaji kitab – kitab kuning. Uniknya dimadrasah Qudsiyyah hanya menerima peserta didik laki – laki saja.Jadi madrasah yang khusus untuk anak laki – laki. Dan selain Kiai Asnawi ada juga Kiai2 Kudus lainnya yang mengajar di Qudsiyyah.
            Para Penulis buku ini, tidak hanya menulis tentang berdirinya madrasah Qudsiyyah, tetapi juga menulis tentang sosok Kiai2 lain di Kudus seperti KH Yahya Arief, KH. Ma’ruf Irsyad, dan KH. Sya’roni Ahmadi. Kemudian para penulis juga menulis tentang Organisasi alumni – alumni dari Madrasah Qudsiyyah Kudus yang melanjutkan belajar di Perguruan Tinggi dimanapun.
            Hebatnya Buku ini ditulis oleh alumni Madrasah Qudsiyyah yang tersebar di Yogyakarta, Surakarta, Semarang, Jakarta, bahkan yang diluar negeri seperti di Singapura dan Mesir juga ikut menyumbang tulisannya. Buku ini sangat cocok untuk kita yang ingin mengetahui lebih dalam tentang sejarah 1 abad Qudsiyyah serta perjuangan para tokoh- tokoh Kiai dalam menyebarkan ajaran agama Islam dalam landasan Ahlu Sunnah Waljamaah.